Banyak orang beranggapan kalau dokter kesehatannya pasti lebih prima daripada para pasiennya. Malah ada yang menganggap bahwa dokter itu nggak pernah sakit atau malah nggak boleh sakit. Mungkin orang-orang menganggap dokter khan pengetahuannya mengenai kesehatan jauh lebih baik daripada masyarakat yang awam tentang kesehatan. Tapi seberapapun prima kesehatan seorang dokter toh sekali waktu bisa sakit juga.
Kebetulan kisah ini terjadi terjdi pada diri saya sendiri. Saat itu saya masih bertugas sebagai Dokter PTT di Puskesmas Baringin, Kec. Candi Laras Selatan, Kabupaten Tapin, Propinsi Kalsel. Suatu sore yang cerah sehabis sholat magrib saya pergi ke toko Pak Zulpatmi (merangkap Rumah Dinas Pos) di samping Kantor Puskesmas untuk beli aqua gelas 1 kardus karena persediaan aqua di rumah sudah habis. Saya memang biasa beli aqua gelas untuk minum sehari-hari karena kualitas air minum di lokasi PTT saya kurang layak minum. Setelah membayar uang pembelian aqua saya sempat bersenda gurau dengan Pak Izul dan Ibu Herinawati di depan rumahnya. Hubungan pertemanan kami cukup akrab (sudah seperti keluarga sendiri). Saya pendatang dari Yogyakarta sedang beliau dan keluarga berasal dari Kota Kandangan (bukan asli dari Margasari).
Pak Izul sempat menawarkan untuk membawakan aqua 1 dos ke rumah saya yang berjarak 500 m dari tokonya. Saya menolak dengan alasan saya masih bisa membawanya sendiri ke rumah. Saat itu saya mengenakan baju gamis berwarna biru bergaris-garis dan aqua saya letakkan di depan. Tanpa sengaja sepeda motor saya gas tapi saya nggak ingat kalau saat itu gigi masuk 1 (Gear 1). Akibatnya sepeda motor meloncat hampir menabrak pagar rumah, saya kaget dan terjatuh ke samping kiri akibat kehilangan keseimbangan. Yang saya rasakan saat itu kaget, bingung dan badan seperti mau jatuh ke kiri. Langsung orang-orang di warung kopi Ibu Parno (di seberang toko Pak Izul) berlarian mengerubungi saya. Saya merasa pusing, segera Pak Izul membopong saya masuk ke kamar anaknya agar saya bisa lebih tenang beristirahat. Tangan kiri saya rasanya lemas tak bertenaga, sama sekali nggak bisa diangkat. Setelah sampai di kamar Dik Rama, saya perhatikan baik-baik ternyata tangan kiri saya bengkak dan rasanya nyeri sekali. Segera Pak Izul meminta orang memanggilkan dr. Asih Yuliatin yang bertugas di Puskesmas seberang sungai untuk memeriksa saya. Orang-orang ramai hiruk pikuk menyarankan saya untuk dipijat tapi saya menolak.
Dokter Asih segera datang, dari hasil pemeriksaannya ada kecurigaan tangan kiri atas saya patah. Segera dr. Asih membuatkan spalk dari bahan seadanya (kardus mie bekas)….. hihihihi…… kreatif juga nich dr. Asih. Saya diberi obat untuk diminum, setelah itu segera dinaikkan ambulan dan dibawa ke RS terdekat. Di RS terdekat (RS Kandangan) dokternya sedang tidak di tempat, maka saya segera dibawa ke RSU Ulin di Banjarmasin. Jarak dari Puskesmas saya sampai RSU Ulin kira-kira 3,5 jam. Wah….. tambah panjang lagi nich perjalanan saya. Untung saat itu saya ditemani dr. Asih dan 2 orang staf saya Asmawiansyah dan Yusmiliawati.
Di RSU Ulin saya segera diperiksa dokter jaga UGD. Saya langsung ditangani di sana. Spalk saya yang sangat sederhana dari bekas kardus mie tadi segera diganti dengan spalk yang lebih baik. Dokter dan perawat di sana tersenyum melihat betapa sangat sederhananya spalk yang saya pakai. Setelah itu saya diroentgen malam itu juga. Hasilnya tangan kiri atas saya (tulang humerus) patah dan saya harus menjalani rawat inap untuk dilakukan tindakan operasi pemasangan plat. Dokter konsulennya saat itu dr. Andreas Sp.BO, saya sangat berterima kasih pada beliau yang sudah merawat saya dari saat saya dirawat di ruangan hingga sembuh. Di sana saya bertemu dengan Perawat Kepala Rungan yang sangat baik dan perhatian yaitu Ibu Hj Lis Agustini dan semua perawat. Saya juga berterima kasih pada Pemda Kabupaten Tapin karena sudah membiayai semua biaya perawatan saya sebesar Rp 8 juta.
Sungguh luar biasa pengalaman saya ini. Saya nggak pernah menyangka akan mengalami kejadian seperti ini. Siapa yang menyangka seorang dokter akan mengalami patah tulang sampai harus dioperasi ? Ternyata dokter juga manusia biasa yang bisa sakit seperti yang lainnya. Pelajaran yang saya terima adalah kita sebagai makhluk Alloh harus selalu mensyukuri selagi badan kita sehat dan selalu sabar dalam menghadapi cobaan-Nya. Alhamdulillah keadaan saya saat ini sehat dan tangan saya bisa berfungsi normal kembali meskipun pernah menjalani operasi pemasangan plat. Alhamdulillah….. Mudah-mudahan cerita saya ini bisa bermanfaat untuk semuanya.
Kamis, Juni 18, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
wah, cerita nostalgia nih bu.
BalasHapussaya anak pa zul,
moga ibu masih sehat, nanti kirim2 kabar bu.
makasiih
Lhoo ini Mas Satria yaa... Udh gede skrg ya Mas Satria ? Faishal dah kelas 3 SD skrg. Alhamdulillah sll sehat, salam hormat utk Pak Izul dan Bu Rina. Oh ya, saya punya Group di FB : Gerakan Hidup Bersih dan Sehat, ayo ikutan gabung yaa... :-)
BalasHapus